Resensi Ghost in The Shell
-RUANG DIMANA TIDAK ADA BATAS ANTARA MESIN DAN MANUSIA-
" In the future, The line between human and machine is dissapearing.Advencements in technology allow human to enhance themselveswith cybernetic parts."
Robot ini mempunyai perawakan dan otak yang menyerupai manusia tetapi dalam pertahanannya dapat dinilai dari kekuatan mesin. Hingga suatu hari Mayor ditugaskan untuk mencari dalang dibalik penyerangan para petinggi dari perusahaan Hanta Robotics yang ditemukan tewas secara mengenaskan akibat ulah dari kelompok hacker misterius. Saat mayor memulai penyelidikannya, ia dihantui oleh bayangan misterius yang terus mengikutinya, mayor seringkali dapat melihat kejadian masa lalu yang ia sendiri pun tidak mengingatnya dan dapat mengganggu konsentrasi dalam penyelidikannya, ia merasa curiga dan berpikir bahwa mungkin ingatan masa lalunya ini berhubungan dengan serangan hacker yang sedang diselidikinya. Dalam proses penyelidikan tersebut Mayor akhirnya bertemu dengan dalang insiden penyerangan para petinggi, yakni sebuah cyborg juga yang bernama Kuze, dari awal memang Kuze telah menargetkan Mayor karena ia ingin memberitahu Mayor bahwa ia merupakan bagian dari eksperimen yang berhasil dilakukan oleh tim saintis perusahaan Hanaka. Kisah ini semakin seru saat Mayor yang mengincar Hideo Kuze, justru disadarkan bahwa ia sedang dimanipulasi oleh Perusahaan Hanaka.
Selain dari segi ceritanya yang menarik, daya tarik lain dari Ghost in The Shell terletak pada visualisasi kota dimasa depan yang dikemas seperti nyata. Keahlian Sutradara Rupert Sanders berhasil menggambarkan suasana Jepang di masa depan. Deretan bangunan serta jalanan kota yang futuristik dan berbagai macam teknologi mampu membuat penonton merasa seperti dalam era tersebut. Dan juga terdapat scene ketika Mayor menunjukkan kemampuan saat menumpas kejahatan. Semua ditampilkan secara sangat baik. Namun, Ghost in the Shell merupakan salah satu film yang menimbulkan kontroversi, beberapa penonton kecewa karena sebagian berpikir peran Mayor Motoko harusnya diperankan oleh gadis Jepang yang memiliki kebudayaan dan karakter yang sama dan berpikiran bahwa film ini terlalu memaksakan Scarlett Johanson untuk memerankan peran tersebut.
Comments
Post a Comment