Analisis Pengaruh PTIK Dalam Pariwisata di Pekanbaru
Pariwisata merupakan
salah satu sektor untuk menggerakkan roda perekonomian di Indonesia. Maka dari
itu, pemerintah, akademisi, pelaku bisnis, media, dan komunitas memiliki tanggung jawab penuh dalam berusaha
menentukan arah kebijakan di sektor pariwisata yang lebih baik. Terlebih lagi,
karena pekembangan teknologi yang pesat, saat ini Indonesia memasuki era
industri 4.0 yang ditandai dengan kemunculan berbagai teknologi, artificial
intelegence, big data, dan perkembangan teknologi tentu sektor pariwisata harus
beradaptasi akan hal tersebut, sehingga pariwisata 4.0 bisa terwujud. Menurut
Klaus Schwab dalam bukunya yang berjudul “The Fourth Industrial Revolution”
menyatakan bahwa revolusi industri yang terjadi saat ini merupakan kelanjutan
dari revolusi industri 3.0 yang ditandai dengan adanya cyber phisycal system.
Saat ini industri 4.0 telah memasuki berbagai
sektor. Pariwisata 4.0 contohnya. Pariwisata 4.0 mengedepankan pada aspek big
data terkait perilaku wisatawan dan kemudian data tersebut diproses sehingga
diperoleh data pengalaman perjalanan wisatawan itu sendiri. Hal ini didasarkan
pada pengembangan teknologi untuk mencapai itu. Pariwisata 4.0 memanfaatkan
kecerdasan buatan, internet, dan analisis dari big data yang akan memungkinkan
mengemas perjalanan wisata menjadi lebih efisien, lebih aman, lebih cepat, dan
meminimalisasi biaya. Penggunaan teknologi (seperti: internet of things, cloud
computing, big data dan digital tourism), untuk memberikan kemudahan dan
pelayanan instan kepada pengunjung, pada industri pariwisata dikenal dengan
istilah smart tourism.
Menurut Buhalis dan
Amaranggana (2014), konsep smart tourism dapat dilakukan pada semua organisasi
dan entitas yang ada di destinasi pariwisata untuk meningkatkan kualitas
pengalaman pengunjung. Dari hal tersebut dapat diartikan bahwa, pengaplikasian
smart tourism di destinasi pariwisata pada saat ini menjadi usaha meningkatkan
daya saing destinasi pariwisata. Ujung tombak smart tourism adalah
teknologi dan ujung tombak dari
teknologi pada masa ini adalah
digitalisasi, untuk itu dalam pengembangan destinasi yang berfokus pada smart
tourism adalah dengan menggunakan sarana digital dalam segala aktivitas
tatakelola destinasi itu sendiri. Unsur pentahelix adalah pemerintah.
Pemerintah memanglah tidak terlibat langsung dalam dukungan pariwisata. Sebagai
unsur pembuat regulasi, tentu peran pemerintah dalam mendukung pariwisata
adalah bersifat penting (crucial). Disini pemerintah mengambil porsi besar
dalam perencanaan berbagai aspek terkait pariwisata. Sektor pariwisata yang
menjadi leading sektor ekonomi di Indonesia tentu memiliki dampak positif dan
dampak negatif. Peraturan terkait infrastruktur maupun promosi pariwisata
sangat dibutuhkan.
Salah satu penggunaan
model ini terlihat dalam pemerintah Kota
Pekanbaru dalam pengembangan obek wisata adalah melalui kolaborasi Model
Pentahelix. Konsep kolaborasi yang pertama kali diperkenalkan oleh menteri
pariwisata pada saat itu, Arief Yahya yang terdapat dalam Peraturan Menteri
Pariwisata Republik, Indonesia Nomor 14 Tahun 2016 Tentang Pedoman Destinasi
Pariwisata Berkelanjutan bahwa pentingnya dorongan sistem kepariwisataan
melalui optimasi peran business (Bisnis), government (Pemerintah), community
(Komunitas), academik (Akademisi), and media (Publikasi) atau di singkat BGCAM
agar terintegrasi dengan baik dan menciptakan kualitas aktivitas, fasilitas, pelayanan,
serta pengalaman dan nilai manfaat kepariwisataan agar memberikan keuntungan dan
manfaat pada masyarakat dan lingkungan. Dari penyataan diatas, kolaborasi
sangat dibutuhkan dalam rangka perlibatan secara bersama-sama dalam
mengembangkan obyek pariwisata semaksimal mungkin dari kolaborasi antar elemen
yang terkait langsung dengan industri pariwasata karena setiap elemen memiliki
kompetensi khas sehingga hal tersebut sangat dibutuhkan dalam pengembangan
pariwisata yang lebih baik.
(Istana
Siak Sri Indrapura di Pekanbaru)
Pengembangan pariwisata
di Kota Pekanbaru dari hasil penelitian telah menerapkan Model Pentahelix,
yaitu melibatkan elemen- elemen: Akademisi, Bisnis, Pemerintah (Goverment),
Komunitas (Community) dan Media Massa. Adapun narasumber atau informan yang
diwawancarai dalam penelitian ini sebanyak 5 orang merupakan perwakilan dari
model Pentahelix yang terdiri atas pebisnis, pemerintah, komunitas, akademisi
dan media. Pemerintah (Government) pada umumnya merupakan birokrasi dipandang
sebagai agen administrasi yang paling bertanggungjawab dalam implementasi kebijakan, baik di negara maju maupun negara berkembang. Media Massa (Media),
merupakan penghubung penting antara negara dan masyarakat.
Selain unsur pentahelix
terdapat teori prosumer yang dikembangkan oleh Alvin Toffler atau dikenal
dengan teori Alvin, dalam teori ini menjelaskan bahwa seorang prosumer adalah
seorang produser dan konsumer informasi yang kedudukannya setara. Penerapan
teori Alvin ini dipakai oleh sektor pariwisata khususnya pada bagian pekerja
informasi yang diharuskan melakukan pengembangan pariwisata dan mencari serta
menetapkan rencana perkembangan wisata itu sendiri. Sektor pariwisata khususnya
pada wisata herigate menggunakan teori Alvin pada perkembangan teknologi
sekarang seperti media sosial (twitter,
instagram, dan blog) dimana media
ini memiliki kapasitas untuk memberi dan mendapatkan informasi. Wisata herigate
yang saat ini sebagian besar terjadi penurunan, sangat dibantu dengan penerapan
teori Alvin, media sosial yang mempunyai cangkupan luas tidak hanya menjual
informasi kepada masyarakat umum tetapi mempunyai strategi yang dapat mempercepat penyebaran
informasi dengan bekerjasama bersama influencer
yang mempunyai kedudukan tinggi dalam media sosial.
Para pengguna aktif media
sosial sangat berpengaruh dalam penyebaran informasi sehingga wisata yang
diunggahnya menjadi berkembang, seperti wisatawan yang berkunjung ke tempat
wisata bersejarah di Kota Pekanbaru, mereka tidak hanya melakukan aktivitas
berwisata dan mengetahui informasi bersejarah yang ada disana secara individual
tetapi dengan munculnya keberadaan teknologi mereka mulai tertarik untuk
membagikan aktivitas saat berwisata dan informasi sejarah yang terdapat dalam
destinasi wisata yang di kunjungi yakni di Kota Pekanbaru. Konten yang diunggah
oleh pengguna aktif media sosial akan mendapatkan apresiasi yang tinggi dar
para pengguna website. Hal tersebut dapat menjadikan pengguna media sosial
mempunyai kesempatan mempunyai penghasilan dari kegiatan prodiksi informasi
aktivitas yang telah dilakukan, hal tersebut menjadikan dampak positif tidak
hanya pada tempat wisata yang dapat berkembang tetapi dari hasil yang
didapatkan para konsumen yang menjadikan seluruh masyarakat berkunjung ketempat
wisata dan membuat konten dengan cara memberi informasi kepada masyarakat lainnya.
Dalam teori Alvin
terdapat social site yang menjadi
bagian dari prosumer dimana dalam setiap konten yang diunggah terdapat
fasilitas berbagi atau share yang
memudahkan pengguna lainnya untuk memviralkannya ke berbagai media sosial.
Situs viral (social news site)
tersebut dapat menarik pembaca dengan kehidupan sehari-hari yang dapat
mengundang pembaca ikut berpartisipasi dalam menyebarkan konten tersebut.
Wisata Kota Pekanbaru yang berhasil disebar luaskan oleh masyarakat hingga menjadi
viral salah satunya adalah Masjid Agung An-Nur, objek wisata bersejarah ini
telah disebar luaskan oleh para pengguna media karena keindahan perpaduan empat
budaya yaitu Melayu, Arab, Turki dan India berbagai konten yang ditulis dengan
judul “Taj Mahal dari Indonesia” telah mengundang banyak wisatawan untuk
mendatangi objek wisata ini dan melanjutkan menyebarkan informasi wisata dari
sisi yang berbeda dari masing-masing masyarakat yang datang.
Comments
Post a Comment